Cianjur
memiliki filosofi yang sangat bagus, yakni ngaos, mamaos dan maenpo yang
mengingatkan tentang 3 (tiga) aspek keparipurnaan hidup. Ngaos adalah
tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan
masyarakat yang dilekati dengan ke beragamaan. Citra sebagai daerah
agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur ada dari ketiadan yakni
sekitar tahun 1677 dimana tatar Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan
santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah
sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai.
Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum
masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan
pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren.
Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat ke
medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri berangkat
ke medan juang setelah mendapat restu para kyai. Mamaos adalah seni
budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat
persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos
tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati
Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem
Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjur sekitar tahun
1834-1862.
Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya. Sedangkan Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Sedangkan visi pembangunan Kabupaten Cianjur untuk kurun waktu 5 tahun dari tahun 2011 sampai 2016 adalah Terwujudnya Kabupaten Cianjur lebih sejahtera dan berakhlaqul karimah.
Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya. Sedangkan Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Sedangkan visi pembangunan Kabupaten Cianjur untuk kurun waktu 5 tahun dari tahun 2011 sampai 2016 adalah Terwujudnya Kabupaten Cianjur lebih sejahtera dan berakhlaqul karimah.
0 komentar:
Posting Komentar